Wednesday, May 11, 2011

Amalan dan Celaannya

 

Ibnu Mubarak menceritakan bahwa Khalid bin Ma’dan berkata kepada Mu’adz;

“Mohon diceritakan hadits Rasulullah yang engkau hafal dan yang engkau anggap paling berkesan. Hadits manakah menurut Tuan?”

Jawab Mu’adz, “Baiklah, akan aku ceritakan.”

Selanjutnya, sebelum bercerita, beliau menangis. Kemudian, kata beliau, “Ehm, rindu sekali aku dengan Rasulullah s.a.w., rasanya ingin segera bertemu.”

Kata beliau selanjutnya, “Tatkala aku menghadap Rasulullah, beliau menunggang unta dan menyuruhku agar naik di belakang beliau. Kemudian berangkatlah kami dengan berkendaraan unta itu. Selanjutnya beliau menengadah ke langit dan bersabda:

Puji syukur kehadirat Allah Yang berkehendak atas makhluk-Nya, ya Mu’adz!

Jawabku, “Ya Sayyidina Mursalin.”

Kata beliau selanjutnnya, “Sekarang aku akan mengisahkan satu cerita kepadamu. Apabila engkau menghafalnya, akan sangat berguna bagimu. Tetapi jika kau anggap remeh, maka kelak di hadapan Allah engkau tidak mempunyai hujjah.

Hai Mu’adz! Sebelum menciptakan langit dan bumi Allah telah menciptakan tujuh malaikat. Pada setiap langit terdapat seorang malaikat penjaga pintu, dan setiap pintu langit dijaga oleh seorang malaikat, menurut derajat pintu dan keagungannya.

Dengan demikian, malaikat-lah yang memelihara amal si hamba. Kemudian sang pencatat membawa amalan si hamba ke langit dengan kemilau cahaya bak matahari. Sesampainya pada langit pertama, malaikat Hafadzah memuji amalan-amalan itu. Tetapi setibanya pada pintu langit pertama, malaikat penjaga pintu berkata kepada malaikat Hafadzah:

“Tamparkan amal ini ke muka pemiliknya. Aku adalah penjaga orang-orang yang suka mengumpat. Aku diperintahkan agar menolak amalan orang yang suka mengumpat. Untuk mencapai langit berikutnya aku tidak mengizinkan ia melewatiku.”

Keesokkan harinya, kembali malaikat Hafadzah naik ke langit membawa amal shaleh yang berkilau, yang menurut malaikat Hafadzah sangat banyak dan terpuji. Sesampai ke langit kedua (ia lolos dari langit pertama, sebab pemiliknya bukan pengumpat), penjaga langit kedua berkata, “Berhenti,
dan tamparkan amalan itu ke muka pemiliknya. Sebab ia beramal dengan mengharap dunia. Allah memerintahkan aku agar amalan ini tidak sampai
ke langit berikutnya.”

Maka para malaikat melaknat orang itu.

Hari berikutnya, kembali malaikat Hafadzah naik ke langit membaca amalan seorang hamba yang sangat memuaskan, penuh dengan sedekah, puasa dan berbagai kebaikan, yang malaikat Hafadzah dianggap sangat mulia dan terpuji. Sesampai di langit ketiga, malaikat penjaga berkata:

“Berhenti! Tamparkan amal itu ke wajah pemiliknya. Aku malaikat penjaga kibr (sombong). Allah memerintahkanku agar amalan semacam ini tidak melewati pintuku dan tidak sampai ke langit yang berikutnya. Itu kerana salahnya sendiri, ia takabbur di dalam majlis.”

Singkatnya, malaikat Hafadzah naik ke langit membawa amal hamba lainnya. Amalan itu bersifat bak kejora, mengeluarkan suara gemuruh,
penuh dengan tasbih, puasa, shalat, ibadah haji dan umrah. Sesampainya pada langit keempat, malaikat penjaga langit berkata:

“Berhenti! Popokkan amal itu ke wajah pemiliknya. Aku adalah malaikat ‘ujub. Allah memerintahkanku agar amal ini tidak melewatiku. Sebabamalnya selalu disertai ‘ujub.”

Kembali malaikat Hafadzah naik ke langit membawa amal hamba yang lain. Amalan itu sangat baik dan mulia, jihad, ibadah haji, sehingga berkilau nak matahari. Sesampainya pada langit kelima, malaikat penjaga mengatakan:

“Aku malaikat sifat hasud. Meskipun amalannya bagus, tetapi ia suka hasud kepada orang lain yang mendapat kenikmatan Allah swt. Berarti ia membenci yang diredhai, yakni Allah. Aku diperintahkan Allah agar amalan semacam ini tidak melewati pintuku.”

Lagi, malaikat Hafadzah naik ke langit membawa amal seorang hamba. Ia membawa amalan berupa wudhu’ yang sempurna, shalat yang banyak, puasa, haji, dan umrah. Sesampai di langit keenam, malaikat penjaga berkata:

“Aku malaikat penjaga rahmat. Amal yang kelihatan bagus ini tamparkan ke mukanya. Selama hidup ia tidak pernah mengasihani orang lain, bahkan apabila ada orang ditimpa musibah ia merasa senang. Aku diperintahkan Allah agar amal ini tidak melewatiku, dan agar tidak sampai ke langit berikutnya.”

Kembali malaikat Hafadzah naik kelangit. Dan kali ini adalah langit ke tujuh. Ia membawa amalan yang tak kalah baik dari yang lalu. Seperti sedekah, puasa shalat, jihad dan wara’. Suaranya pun menggeledek bagaikan petir menyambar-nyambar, cahaya bak kilat. Tetapi sesampai pada langit ketujuh, malaikat penjaga berkata:

“Aku malaikat penjaga sum’at (sifat ingin terkenal). Sesungguhnya pemilik amal ini menginginkan ketenaran dalam setiap perkumpulan, mengininkan derajat tinggi dikala berkumpul dengan kawan sebaya, ingin mendapatkan pengaruh dari para pemimpim. Aku diperintahkan Allah agar amal ini tidak melewatiku dan sampai kepada yang lain. Sebab ibadah
yang tidak kerana Allah adalah riya’. Allah tidak menerima ibadah dari orang-orang riya’.”

Kemudian malaikat Hafadzah naik lagi ke langit membawa amal dan ibadah seorang hamba berupa shalat, puasa, haji, umrah, akhlak mulia, pendiam,
suka berdzikir kepada Allah. Dengan diiringi para malaikat, malaikat Hafadzah sampai ke langit ketujuh hingga menembus hijab-hijab dan
sampailah di hadapan Allah. Para malaikat itu berdiri di depan Allah. Semua malaikat menyaksikan amal ibadah itu shahih, dan diikhlaskan karena Allah.

Kemudian Allah berfirman:

Hai Hafadzah, malaikat pencatat amal-Ku. Aku-lah Yang Mengetahui isi hatinya. Ia beramal bukan untuk Aku, tetapi diperuntukkan bagi selain Aku, bukan diniatkan dan diikhlaskan untuk-Ku. Aku lebih mengetahui daripada kalian. Aku laknat mereka yang telah menipu orang lain dan juga menipu kalian (para malaikat Hafadzah). Tetapi aku tidak tertipu olehnya. Aku-lah Yang Maha Mengetahui hal-hal ghaib. Aku Mengetahui segala isi hatinya, dan yang samar tidaklah samar bagi-Ku. Yang tersembunyi tidaklah tersembunyi bagi-Ku. Pengetahuan-Ku atas segala yang telah terjadi sama dengan Pengetahuan-Ku atas segala sesuatu yang belum terjadi. Pengetahuan-Ku atas segala yang telah lewat sama dengan yang akan datang. Pengetahuan-Ku atas orang-orang terdahulu sama
dengan Pengetahuan-Ku atas orang-orang kemudian.

Aku lebih mengetahui atas sesuatu yang samar dan rahsia. Bagaimanakah bisa hamba-Ku menipu dengan amalnya. Bisa mereka menipu sesama
makhluk, tapi Aku Yang Mengetahui hal-hal yang gaib. Aku tetap melaknatnya…!!

Tujuh malaikat di antara tiga ribu malaikat berkata, “Ya Tuhan, dengan demikian tetaplah laknat-Mu dan laknat kami atas mereka.” Kemudian semua yang berada di langit mengucapkan, “Tetaplah laknat Allah kepadanya, dan laknatnya orang-orang yang melaknat.”

Sayyidina Mu’adz (yang meriwayatkan Hadits ini) kemudian menangis tersedu-sedu. Selanjutnya berkata, “Ya Rasullullah, bagaimana aku bisa selamat dari semua yang baru engkau ceritakan itu?”

Jawab Rasulullah s.a.w., “Hai Mu’adz, ikutilah Nabimu dalam masalah keyakinan.”

Tanyaku (Mu’adz), “Engkau adalah Rasullullah, sedang aku hanyalah Mu’adz bin Jabal. Bagaimana aku bisa selamat dan terlepas dari bahaya tersebut?”

Berkatalah Rasulullah, “Memang begitulah, bila ada kelengahan dalam amal ibadahmu, maka jagalah mulutmu jangan sampai menjelekkan orang lain, terutama sesama ulama. Ingatlah diri tatkala hendak menjelekkan orang lain, sehingga sadar bahwa dirimu pun penuh aib. Jangan menutupi kekurangan dan kesalahanmu dengan menjelekkan
orang lain. Janganlah mengorbitkan diri dengan menekan dan menjatuhkan orang lain. Jangan riya’ dalam beramal, dan jangan mementingkan dunia dengan mengabaikan akhirat. Jangan bersikap kasar di dalam majlis agar orang takut dengan keburukan akhlakmu. Jangan suka mengungkit-ungkit kebaikan, dan jangan menghancurkan peribadi orang lain, kelak engkau akan dirobek-robek dan dihancurkan oleh anjing jahannam, sebagaimana firman Allah s.w.t., " ….dan (Malaikat-malaikat) yang mencabut (nyawa) dengan lemah-lembut…." (an-Nazi’at: 2)

Tanyaku selanjutnya, “Ya Rasulullah, siapa yang bakal kuat menanggung kuat penderitaan berat itu?” Jawab Rasulullah s.a.w, “Mu’adz, yang aku
ceritakan tadi akan mudah bagi mereka yang dipermudahkan oleh Allah. Engkau harus menyintai orang lain sebagaimana engkau menyayangi dirimu. Dan bencilah terhadap apa yang kau benci. Jika demikian engkau akan
selamat.”

Khalid bin Ma’dan meriwayatkan, “Sayyidina Mu’adz
sering membaca hadits in seperti seringnya membaca Al-Qur’an dan mempelajari hadits ini sebagaimana mempelajari Al-Quran di dalam majlis.”

Hanya kepada Allah kita memohon pertolongan dan perlindungan. Mudah-mudahan kita tidak termasuk orang celaka. Pendek kata pujian dari Allah adalah lebih baik daripada pujian dari makhluk, yang mana pada dasarnya manusia itu lemah dan bodoh, tidak mengetahui hakikat yang tersembunyi.

Di petik dari buku Minhajul ‘Abidin Wasiat Iman Ghazali, karangan Imam al-Ghazali.

[tweetmeme only_single="false"]