Wednesday, May 18, 2011

Menjinakkan Hawa Nafsu

 

Nafsu adalah unsur penting di dalam kehidupan setiap orang. Penampilan lahiriah dan bathiniah seseorang sangat dipengaruhi oleh keadaan nafsu seseorang. Di dalam hadis Nabi disebutkan:

ألا وإن في الجسد مضغة، إذا صلحت صلح الجسد كله وإذافسدت فسد الجسد كله

Ketahuilah bahwa di dalam diri seseorang ada suatu substansi. Jika substansi itu baik, maka akan berpengaruh positif pada penampilan fisik, dan jika substansi itu rusak, maka akan berpengaruh negatif pula pada penampilan fisik. Substansi yang dimaksud ialah hati, yang biasa juga diistilahkan dengan nafsu.

Al-Qur’an secara umum membedakan tiga jenis nafsu sebagai berikut:

A. Nafs al-ammarah

وَمَا أُبَرِّئُ نَفْسِي إِنَّ النَّفْسَ لَأَمَّارَةٌ بِالسُّوءِ إِلَّا مَا رَحِمَ رَبِّي إِنَّ رَبِّي غَفُورٌ رَحِيمٌ (53)

“ Dan aku tidak membebaskan diriku (dari kesalahan), karena sesungguhnya nafsu itu selalu menyuruh kepada kejahatan, kecuali nafsu yang diberi rahmat oleh Tuhanku. Sesungguhnya Tuhanku Maha Pengampun lagi Maha Penyayang. “(Q.S. Yusuf/12:53)

Ciri utama pemilik nafsu ini antara lain dijelaskan di dalam al-Qur’an sebagai berikut:

إِنْ تَمْسَسْكُمْ حَسَنَةٌ تَسُؤْهُمْ وَإِنْ تُصِبْكُمْ سَيِّئَةٌ يَفْرَحُوا بِهَا

“Jika kamu memperoleh kebaikan niscaya mereka bersedih hati, tetapi jika kamu mendapat bencana mereka bergembira karenanya” (Q.S. Ali ‘Imrân/3:120).

وَدُّوا مَا عَنِتُّمْ قَدْ بَدَتِ الْبَغْضَاءُ مِنْ أَفْوَاهِهِمْ وَمَا تُخْفِي صُدُورُهُمْ أَكْبَرُ

“Mereka menyukai apa yang menyusahkan kamu. Telah nyata kebencian dari mulut mereka dan apa yang disembunyikan oleh hati mereka lebih besar lagi” (Q.S. Ali Imran/3:118).

Secara umum jenis nafsu ini dapat diidentifikasi sebagai berikut:

1. Mudah melanggar larangan Allah Swt;

2. Mudah mengikuti dorongan hawa nafsu;

3. Mudah melakukan dosa tanpa merasa ada beban.

Pemilik nafsu ini paling rentan dijangkiti penyakit-penyakit hati, antara lain: sombong, kikir, tamak, hasud, berkata kotor, suka merendahkan, boros, gegabah, sewenang-wenang, fitnah, bohong, pamer, tidak tahu malu, munafik, keluh-kesah, malas, buruk sangka, cepat marah, dan dengki.

B. Nafs al-lawwâmah

وَلَا أُقْسِمُ بِالنَّفْسِ اللَّوَّامَة ِ(2)

Dan aku bersumpah dengan jiwa yang amat menyesali (dirinya sendiri). (Q.S.al-Qiyamah/75:2)

Yang dimaksud dengan nafs al-lauwwamah ialah nafsu yang suka mencela, baik terhadap orang lain maupun terhadap dirinya sendiri. Ciri-ciri umum pemilik nafsu ini antara lain dijelaskan dalam Al-Qur’an:

أَنْ تَقُولَ نَفْسٌ يَاحَسْرَتَا عَلَى مَا فَرَّطْتُ فِي جَنْبِ اللَّهِ وَإِنْ كُنْتُ لَمِنَ السَّاخِرِينَ (56)

“Supaya jangan ada orang yang mengatakan: "Amat besar penyesalanku atas kelalaianku dalam (menunaikan kewajiban) terhadap Allah, sedang aku sesungguhnya termasuk orang-orang yang memperolok-olokkan (agama Allah).” (Q.S. az-Zumar/39: 56).

إِنَّ الْإِنْسَانَ خُلِقَ هَلُوعًا(19)إِذَا مَسَّهُ الشَّرُّ جَزُوعًا(20)وَإِذَا مَسَّهُ الْخَيْرُ مَنُوعًا(21)

“Sesungguhnya manusia diciptakan bersifat keluh kesah lagi kikir. Apabila ia ditimpa kesusahan ia berkeluh kesah dan apabila ia mendapat kebaikan ia amat kikir.” (Q.S. al-Ma’arij/70:19-21).

Pemilik nafsu ini sering melakukan kebaikan tetapi pada saat bersamaan juga melakukan dosa dan keburukan. Mereka inilah yang mencampuradukkan antara kebaikan dan keburukan. Mereka inilah yang sering double standard atau bermuka dua, terkadang sok shaleh dan sok suci, membenci keburukan tetapi pada kesempatan lain mendukung dan kerapkali melakukan dosa.

Pemilik nafsu ini masih agak beruntung, karena mereka masih mengenal penyesalan dan tobat, bahkan tidak jarang menangis meratapi dosa-dosa masa lalunya, meskipun kerap kali tergelincir lagi, bertobat lagi, dan seterusnya. Pemilik nafsu ini paling sering menyesal, karena menyia-nyiakan kesempatan untuk tidak berbuat baik dan beramal shaleh, menyesal karena sering lalai dan melakukan sesuatu yang dia sadari bahwa pilihan-pilihan nafsunya itu akan membawa penyesalan di kemudian hari. Mudah-mudahan orang seperti ini mendapatkan “khusnul khatimah”, berakhir dengan kebaikan, bukan sebaliknya, “su’ul khatimah”, meninggal dalam keadaan tengah berdosa atau lupa kepada Allah Swt.

C. Nafs al-Muthmainnah

يَاأَيَّتُهَا النَّفْسُ الْمُطْمَئِنَّةُ (27) ارْجِعِي إِلَى رَبِّكِ رَاضِيَةً مَرْضِيَّةً (28) فَادْخُلِي فِي عِبَادِي (29) وَادْخُلِي جَنَّتِي

(30)

“Hai jiwa yang tenang, kembalilah kepada Tuhanmu dengan hati yang puas lagi diridhai-Nya, kembalilah kepada Tuhanmu dengan hati yang puas lagi diridhai-Nya, maka masuklah ke dalam jama'ah hamba-hamba-Ku.” (Q.S. al-Fajr/89:27)

Yang dimaksud nafs al-muthmainnah ialah jiwa yang tenang, jiwa yang konstan dan konsisten, istiqamah dalam pendirian, tidak fluktuatif, sekalipun diterpa oleh berbagai krisis.

Ciri-ciri umum pemilik nafs al-muthmainnah dalam Al-Qur’an antara lain sebagai berikut:

1. Memiliki keyakinan yang tidak pernah goyah terhadap kebenaran, dalam keadaan bagaimanapun, قلبه مطمئن بالإيمان (Q.S. al-Nahl/16:106)

2. Memiliki rasa aman, terbebas dari rasa phobi, takut, dan keraguan, فإذااطمأننتم فأقيمواالصلاة (Q.S. Fushshilat/41: 30).

3. Hatinya selalu tenteram dan damai karena ingatannya selalu tertuju kepada Allah Swt, وتطمئن قلوبهم بذكرالله ألابذكرالله تطمئن القلوب (Q.S. al-Ra’d/13:28).

Beruntunglah para pemilik jiwa muthmainnah, karena orang ini tidak lagi pernah merasa sumpek dan tidak pernah lagi ada dendam, serta power struggle. Jiwanya begitu lapang untuk menenggelamkan seluruh cercaan orang lain terhadapnya; perasaan cinta menyelimuti seluruh jiwanya sehingga tidak menyisakan sedikitpun kebencian; kesediaan untuk memaafkan semua orang sehingga tidak menyisakan seorangpun musuh di dalam jiwanya; budi pekertinya begitu halus sehingga tidak menyisakan sedikitpun kekasaran dalam perilakunya; imannya begitu kuat sehingga tidak menyisakan sedikitpun keraguan di dalam hatinya; kesabarannya begitu tinggi sehingga tidak menyisakan sedikitpun keluh kesah; kepercayaan dirinya begitu kokoh sehingga tidak menyisihkan sedikitpun bayangan kekecewaan di dalam dirinya; jihad dan mujahadahnya begitu kuat sehingga tidak pernah terbayang kelesuan dan kemalasan di dalam penampilannya.

Berbahagialah para pemilik jiwa muthmainnah, karena mereka akan dipanggil mesra oleh kekasihnya, Allah Swt dengan panggilan: “Wahai pemilik jiwa yang tenang, kembalilah kepangkuan Tuhanmu dengan penuh keridhaan, bergabunglah bersama kekasihku yang lain, masuklah ke dalam syurga-Ku”.

Adapun upaya-upaya untuk menggapai jiwa yang terakhir ini, antara lain: tafakkur (تفكر), kesungguhan (عزم), pengkondisian diri (مشارطة), penjagaan diri (مراقبة), pengasingan diri (مفارقة), penghiasan jiwa (محاسنة), pensucian jiwa (تذكية النفس), pengosongan jiwa selain Allah (تخلى), pengisian Jiwa (تحلى), dan penampakan sifat-sifat ketuhanan (تجلى).

Sedangkan jalan-jalan yang mesti dilalui menuju ke sana, antara lain: taubat, zuhud, sabar, kefakiran, kerendahan hati, taqwa, tawakkal, cinta (محبة), ma'rifah (معرفة), ittihad (إتحاد). Demikianlah, semoga kita semua termasuk orang-orang yang berusaha terus menjadi “jiwa muthma’innah”.

Sumber :
Tulisan Al Ustadz yang terhormat Bpk. Prof. DR. H. Nasaruddin Umar, MA - Dirjen Bimas Islam Depag & Salah satu Dewan Pakar Mesjid Agung Sunda Kelapa

[tweetmeme only_single="false"]