Monday, May 16, 2011

Menyeru Kebaikan dan Mencegah Kemungkaran

 

4/201. Ibnu Mas’ud RA mengatakan bahwa Rasulullah SAWbersabda,

إنَّ أوَّلَ مَا دَخَلَ النَّقْصُ عَلَى بَنِي إسْرَائِيلَ أنَّهُ كَانَ الرَّجُلُ يَلْقَى الرَّجُلَ ، فَيَقُولُ : يَا هَذَا، اتَّقِ الله ودَعْ مَا تَصْنَعُ فَإِنَّهُ لاَ يَحِلُّ لَكَ ، ثُمَّ يَلْقَاهُ مِنَ الغَدِ وَهُوَ عَلَى حَالِهِ ، فَلا يَمْنَعُهُ ذلِكَ أنْ يَكُونَ أكِيلَهُ وَشَريبَهُ وَقَعيدَهُ ، فَلَمَّا فَعَلُوا ذلِكَ ضَرَبَ اللهُ قُلُوبَ بَعْضِهِمْ بِبَعْضٍ )) ثُمَّ قَالَ : { لُعِنَ الَّذِينَ كَفَرُوا مِنْ بَنِي إِسْرائيلَ عَلَى لِسَانِ دَاوُدَ وَعِيسَى ابْنِ مَرْيَمَ ذَلِكَ بِمَا عَصَوْا وَكَانُوا يَعْتَدُونَ كَانُوا لا يَتَنَاهَوْنَ عَنْ مُنْكَرٍ فَعَلُوهُ لَبِئْسَ مَا كَانُوا يَفْعَلُونَ تَرَى كَثِيراً مِنْهُمْ يَتَوَلَّوْنَ الَّذِينَ كَفَرُوا لَبِئْسَ مَا قَدَّمَتْ لَهُمْ أَنْفُسُهُمْ } – إِلَى قوله – { فاسِقُونَ } [ المائدة : 78- 81 ] ثُمَّ قَالَ : (( كَلاَّ، وَاللهِ لَتَأمُرُنَّ بالمَعْرُوفِ ، وَلَتَنْهَوُنَّ عَنِ المُنْكَرِ ، وَلَتَأخُذُنَّ عَلَى يَدِ الظَّالِمِ ، وَلَتَأطِرُنَّهُ عَلَى الحَقِّ أطْراً ، وَلَتَقْصُرُنَّه عَلَى الحَقِّ قَصْراً ، أَوْ لَيَضْرِبَنَّ اللهُ بقُلُوبِ بَعْضِكُمْ عَلَى بَعْضٍ ، ثُمَّ ليَلْعَننكُمْ كَمَا لَعَنَهُمْ ))

‘Sesungguhnya kerusakan pertama yang terjadi pada Bani Isra’il ialah ketika seseorang bertemu kawannya yang sedang berbuat kejahatan lalu ditegur, ‘Ya fulan! Bertakwalah pada Allah dan tinggalkan perbuatan yang tidak halal itu’. Kemudian pada esok harinya mereka bertemu lagi, sedangkan ia masih berbuat maksiat lagi, maka ia tidak mencegah kemaksiatannya. Bahkan ia menjadi teman makan minum dan teman duduknya. Jika demikian keadaan mereka, maka Allah menutup hati masing-masing, sebagaimana firman-Nya, ‘Telah dilaknati orang-orang kafir dari Bani Isra’il dengan lisan Daud dan Isa putra Maryam. Yang demikian itu, dikarenakan mereka durhaka dan selalu melampui batas. Mereka satu sama lain selalu tidak melarang tindakan mungkar yang mereka perbuat. Sesungguhnya amat buruklah apa yang selalu mereka perbuat. Kamu melihat kebanyakan dari mereka tolong-menolong dengan orang-orang kafir (musyrik). Sesungguhnya amat buruklah apa yang mereka sediakan untuk diri mereka, yaitu kemurkaan Allah kepada mereka, dan mereka akan kekal dalam siksaan. Sekiranya mereka beriman kepada Allah, kepada nabi (Musa) dan kepada apa yang diturunkan kepadanya (Nabi), tentu tidak menjadikan orang-orang musyrikin sebagai pemimpin, tapi kebanyakan dari mereka adalah orang-orang fasik’. ” (Qs. Al Maaidah(5): 78-81).

Kemudian Rasulullah SAW bersabda, “Janganlah seperti mereka. Demi Allah! kalian harus menyuruh kebaikan dan mencegah kemungkaran, dan menahan kejahatan orang zhalim, dan kalian kembalikan ke jalan yang hak dan kalian batasi dalam hak tersebut. Kalau kalian tidak berbuat demikian, maka Allah akan menutup hati kalian, kemudian melaknat kalian, sebagaimana Allah melaknat mereka.” (HR. Abu Daud dan At-Tirmidzi, ia berkata, “Hadits ini hasan”) .

Sedangkan lafazh hadits yang diriwayatkan Tirmidzi adalah Rasulullah SAW bersabda,

 لَمَّا وَقَعَتْ بَنُو إسْرَائِيلَ في المَعَاصي نَهَتْهُمْ عُلَمَاؤهُمْ فَلَمْ يَنْتَهُوا ، فَجَالَسُوهُمْ في مَجَالِسِهمْ ، وَوَاكَلُوهُمْ وَشَارَبُوهُمْ ، فَضَربَ اللهُ قُلُوبَ بَعضِهِمْ بِبعْضٍ ، وَلَعَنَهُمْ عَلَى لِسانِ دَاوُد وعِيسَى ابنِ مَرْيَمَ ذلِكَ بما عَصَوا وَكَانُوا يَعتَدُونَ )) فَجَلَسَ رَسُول الله – صلى الله عليه وسلم – وكان مُتَّكِئاً ، فَقَالَ : (( لا ، والَّذِي نَفْسِي بِيَدِهِ حَتَّى تَأطِرُوهُمْ عَلَى الحَقِّ أطْراً )) .

Ketika kemaksiatan sudah melanda Bani Isra’il, maka ulama-ulama mereka mencegahnya, tapi mereka tetap melakukannya. Sehingga ulama-ulama mereka ikut serta dalam majelis mereka, dan makan minum bersama, maka Allah menutup hati mereka dan melaknat mereka, dengan lisan Daud dan Isa putra Maryam, karena kemaksiatan mereka yang melampui batas. Ketika itu Rasulullah duduk bersandar, dan bersabda, ”Tidak, demi Allah yang jiwaku ada ditangan-Nya, kalian harus membelokkan mereka dan menghentikannya kepada yang benar”.

Keterangan:

Hadits ini sanadnya dha’if karena ada Abu Ubaidah bin Abduliah bin Mas’ud; ia tidak mendengar sendiri riwayat hadits tersebut, melainkan dari bapaknya, sebagaimana dijelaskan oleh At-Tirmidzi, sehingga hadits ini ke munqati’ (terputus sanadnya). Ibnu Hibban menegaskan bahwa ia (Abu Ubaidah) sama sekali tidak pernah mendengar sesuatupun dari bapaknya”. Hal ini juga diakui oleh Al Hafizh AI Mazzi (di Tahdzib At-Tahdzib), dan Al Hafizh Ibnu Hajar Al Asqalani.

Lihat Silsilah Al Ahadits Adh-Dhaifah hadits no. 1105; Dhaif Sunan At-Tirmidzi hadits no. 582; Dha’if Sunan Abu Daud hadits no. 932; Dha ‘if Sunan Ibnu Majah hadits no. 867; Al Misykah hadits no. 5148; Bahjatun-Nazhirin hadits no. 196, dan Takhrij Riyadhush-Shalihin hadits no. 196

[tweetmeme only_single="false"]