Bismillahirrahmanirrahim wassolati wassalamu alaa Rasulillah wa'ala alihi wa sohbihi ajmain..
Dengan menyebut nama Allah yang maha Pemurah lagi maha Penyayang, setinggi-tinggi kesyukuran kepadaNya diatas kurniaan nikmat dan rezeki yang tidak pernah putus diberikan kepada makhluknya. Sungguh nikmatNya yang tidak boleh dikira dan dinilai dimata setiap makhlukNya.
Salawat serta salam tidak pernah terhenti kepada junjungan mulia, rahmatun lil'alamin, 'Muhammad Bin Abdullah', kehadirannya memberi cahaya kepada seluruh kegelapan, memberi kelembutan kepada kekerasan, memberi keadilan daripada kezaliman serta tidak lupa kepada para sahabat, tabi tabiin dan seluruh muslimin dan muslimat yang sentiasa dalam rahmat Allah swt.
Wahai para pemuda, barang siapa di antara kalian yang sudah mampu menunaikan kewajiban nikah maka nikahlah. Kerana sesungguhnya nikah itu boleh memejamkan mata, lebih memelihara farji (dari perzinaan dan perbuatan tercela lainnya). Dan barang siapa yang tidak mampu maka hendaknya berpuasa, kerana berpuasa dapat menekan nafsu syahwat.
Mengapa Rasulullah berwasiat sedemikian? kerana orang yang mampu menikah tidak segera menikah dikhawatirkan ia akan mudah tergoda oleh pujuk rayuan syaitan untuk melakukan perbuatan dosa, yaitu zina. Menikah setidak-tidaknya membuat sepasang manusia mempunyai tempat yang halal dalam menyalurkan keperluan sexualnya, dapat menundukkan pandangannya dari melihat wanita yang bukan mukhrimnya, dapat menenangkan batinnya dan juga menjaga farjinya (alat kelaminnya) dari perzinaan.
Selain itu menikah merupakan sarana yang paling baik untuk mengembangkan keturunan, menjaga kemuliaan nasabnya(keturunannya), kerana anak yang dilahirkan dari perzinaan itu terputus nasabnya (Qath’un nasab), ia hanya bernasab kepada ibunya.
Qurthubi berkata dalam bab Nikah ketika ia menguraikan kitab nikahnya Imam Muslim:“keterangan menunjukan tentang keutamaan menikah terdapat dalam beberapa hadits”, sedangkan hadits yang mengutamakan nikah itu ada dua pendapat. Salah satu memberikan alasannya sebagai berikut:
“Dengan menikah seseorang lelaki mendapatkan wanita yang boleh menolong agamanya dan dunianya, boleh mengurangkan beban dan mengasihi anak”.
Rasulullah SAW bersabda : “Nikahkanlah anak lelaki dengan anak wanitamu”. Lalu beliau bertanya : ”Ya Rasulullah, ini ada anak lelakiku yang telah aku nikahkan, maka bagaimana dengan anak wanitaku?”. Beliau lantas bersabda : “Hiasilah anak wanitamu dengan emas dan perak, percantiklah dia dengan pakaian bagus, dan berlaku baiklah terhadapnya dengan pemberian supaya banyak lelaki senang dengannya”.
Mua’adz bin jabal ra berkata : “Shalatnya orang yang sudah menikah itu lebih utama dibandingkan 40 rakaat dari shallatnya orang yang membujang”,
Berkatalah Abdullah bin Abbas ra :
“Menikahlah kalian, sesungguhnya sehari bersama isteri itu lebih baik dibandingkan ibadah seribu tahun”.
Rasulullah SAW bersabda kepada seorang pemuda : “ Menikahlah kamu, sesungguhnya sebaik-baik umat itu adalah yang lebih banyak wanitanya”.
Abdullah bin Mas’ud ra berkata sewaktu sakit tha’un : “Nikahkanlah diriku, sebab aku sangat benci apabila bertemu Allah dalam keadaan membujang”.
Sufyan Ats-Tsauri bertanya kepada seseorang : “Apakah kamu sudah menikah ?”. Lelaki itu menjawab : “belum”. Sufyan lantas berkata : “Aku tidak mengerti apakah dirimu itu termasuk orang yang sihat atau tidak?”.
Diriwayatkan, bahawa ada sebagian orang ahli ibadah senang bila dirinya mati berada di dekat istrinya. Hal ini untuk menunjukan bahwa dirinya telah menikah.
Sebagaimana ulama berkata : “Aku bermimpi dalam tidurku sesudah satu jum’ah dari kematian sang isteri, aku melihatnya dalam tidurku pintu-pintu langit terbuka, lalu turunlah beberapa lelaki dari langit. Mereka terus berjalan di udara, sebagai bagian yang lain. Kemudian ada salah seorang dari mereka turun kepadaku, lalu orang yang ada dibelakangnya berkata : “ini adalah orang-orang yang diburukkan”. Orang yang ketiga mengatakan demikian pula, termasuk apa yang dikatakan orang keempat : “Benar, dua termasuk orang yang diburukkan”. Sampai mereka semua lewat dihadapanku. Aku takut bertanya kepada mereka tentang orang yang diburukkan itu. Kemudian ada seorang anak lewat lantas bertanya kepadanya : “Wahai Ghulam, siapa yang dimaksud orang yang diburukkan itu ?”. Ghulam menjawab : “yang dimaksud oleh mereka tentang orang yang diburukkan itu adalah kamu”. Aku kemudian bertanya : “kenapa aku dikatakan sebagai orang yang diburukkan ?”. Ghulam menjawab : “ Kami adalah orang yang mengangkat amal kebajikanmu yang besarnya seperti amalnya orang yang jihad dijalan Allah. Sejak satu Jum’at kami diperintahkan untuk meletakkan amalmu bersama orang-orang yang ada di belakang, maka kami tidak mengerti apa yang harus kamu perbaiki”.
Sebagian Ahli ibadah berkata kepada temannya : “Nikahkanlah diriku!”, sehingga Ahli ilmi tadi mati dengan meninggalkan dua atau tiga orang isteri.
PERLU DIPERHATIKAN
Pada zaman sekarang ini, mohonlah perlindungan kepada Allah supaya dijauhkan dari godaan syaitan dan wanita. Demi Allah, tiada Tuhan selain Allah, telah datang masa sunyi dari wanita lebih-lebih pada saat menyendiri tetapi sudah ditentukan cara untuk menghindari godaan wanita. Tiada cara dan kekuatan kecuali dengan Allah.:)
Tentang kesepiannya seorang lelaki yang tidak beristeri telah dijelaskan dalam kirab Awariful Ma’arif. Imam Sahrawardi menerangkan hadits yang datang dari Abdullah bin Mas’ud ra. Ia berkata : Rasulullah pernah bersabda: “Akan datang pada manusia zaman dimana orang memiliki agama tidak boleh menyelamatkan agamanya, kecuali orang yang melarikan diri dari desa. Mulai dari satu puncak gunung ke puncak gunung yang lain, dari satu lubang sarang sampai lubang sarang yang lain, seperti garangan yang berjalan”.
Para sahabat kemudian bertanya : “ Ya Rasulullah, bilakah zaman itu terjadi?” beliau menjawab : “ Ketika tidak diperoleh nafkah kehidupan, kecuali dengan melalui kema’siatan kepada Allah. Ketika zaman itu terjadi maka banyak orang yang membujang”.
Lalu para sahabat bertanya : “Bagaimana itu boleh terjadi, ya Rasulullah, padahal engkau telah memerintahkan untuk menikah?”. Beliau menjawab : “ pada zaman itu kerusakan seorang lelaki berada dalam kekuasaan orang tuanya, jika dia sudah tidak mempunyai orang tua,maka kerusakan dirinya berada di tangan istri dan anaknya. Jika ia tidak mempunyai isteri dan anak, maka kerosakan dirinya berada ditangan kerabatnya”.
Kemudian para sahabat bertanya : “Bagaimana hal itu boleh terjadi ya Rasulullah?”. Beliau menjawab : “ sebab kedua orang tuanya, isteri dan anaknya, serta kerabatnya. Semua mencela dirinya kerana kesulitan ekonominya. Akhirnya ia dibebani oleh sesuatu yang tidak mampu untuk melaksanakannya, sehingga mereka mendorong dirinya untuk melakukan kema’siatan.
Didalam kitab yang sama ada keterangan yang bersumber dari suatu hadits : “Akan datang ada manusia suatu zaman dimana pada zaman itu kerosakan seorang lelaki disebabkan oleh isterinya, kedua orang tuanya dan anak-anaknya. Mereka semua mencela dirinya, sebab kefakirannya, lalu ia terjerumus dalam lembah hitam yang boleh menghilangkan agamanya, akhirnya dia sebagai orang yang rosak”.
Dengan menyebut nama Allah yang maha Pemurah lagi maha Penyayang, setinggi-tinggi kesyukuran kepadaNya diatas kurniaan nikmat dan rezeki yang tidak pernah putus diberikan kepada makhluknya. Sungguh nikmatNya yang tidak boleh dikira dan dinilai dimata setiap makhlukNya.
Salawat serta salam tidak pernah terhenti kepada junjungan mulia, rahmatun lil'alamin, 'Muhammad Bin Abdullah', kehadirannya memberi cahaya kepada seluruh kegelapan, memberi kelembutan kepada kekerasan, memberi keadilan daripada kezaliman serta tidak lupa kepada para sahabat, tabi tabiin dan seluruh muslimin dan muslimat yang sentiasa dalam rahmat Allah swt.
Wahai para pemuda, barang siapa di antara kalian yang sudah mampu menunaikan kewajiban nikah maka nikahlah. Kerana sesungguhnya nikah itu boleh memejamkan mata, lebih memelihara farji (dari perzinaan dan perbuatan tercela lainnya). Dan barang siapa yang tidak mampu maka hendaknya berpuasa, kerana berpuasa dapat menekan nafsu syahwat.
Mengapa Rasulullah berwasiat sedemikian? kerana orang yang mampu menikah tidak segera menikah dikhawatirkan ia akan mudah tergoda oleh pujuk rayuan syaitan untuk melakukan perbuatan dosa, yaitu zina. Menikah setidak-tidaknya membuat sepasang manusia mempunyai tempat yang halal dalam menyalurkan keperluan sexualnya, dapat menundukkan pandangannya dari melihat wanita yang bukan mukhrimnya, dapat menenangkan batinnya dan juga menjaga farjinya (alat kelaminnya) dari perzinaan.
Selain itu menikah merupakan sarana yang paling baik untuk mengembangkan keturunan, menjaga kemuliaan nasabnya(keturunannya), kerana anak yang dilahirkan dari perzinaan itu terputus nasabnya (Qath’un nasab), ia hanya bernasab kepada ibunya.
Qurthubi berkata dalam bab Nikah ketika ia menguraikan kitab nikahnya Imam Muslim:“keterangan menunjukan tentang keutamaan menikah terdapat dalam beberapa hadits”, sedangkan hadits yang mengutamakan nikah itu ada dua pendapat. Salah satu memberikan alasannya sebagai berikut:
“Dengan menikah seseorang lelaki mendapatkan wanita yang boleh menolong agamanya dan dunianya, boleh mengurangkan beban dan mengasihi anak”.
Rasulullah SAW bersabda : “Nikahkanlah anak lelaki dengan anak wanitamu”. Lalu beliau bertanya : ”Ya Rasulullah, ini ada anak lelakiku yang telah aku nikahkan, maka bagaimana dengan anak wanitaku?”. Beliau lantas bersabda : “Hiasilah anak wanitamu dengan emas dan perak, percantiklah dia dengan pakaian bagus, dan berlaku baiklah terhadapnya dengan pemberian supaya banyak lelaki senang dengannya”.
Mua’adz bin jabal ra berkata : “Shalatnya orang yang sudah menikah itu lebih utama dibandingkan 40 rakaat dari shallatnya orang yang membujang”,
Berkatalah Abdullah bin Abbas ra :
“Menikahlah kalian, sesungguhnya sehari bersama isteri itu lebih baik dibandingkan ibadah seribu tahun”.
Rasulullah SAW bersabda kepada seorang pemuda : “ Menikahlah kamu, sesungguhnya sebaik-baik umat itu adalah yang lebih banyak wanitanya”.
Abdullah bin Mas’ud ra berkata sewaktu sakit tha’un : “Nikahkanlah diriku, sebab aku sangat benci apabila bertemu Allah dalam keadaan membujang”.
Sufyan Ats-Tsauri bertanya kepada seseorang : “Apakah kamu sudah menikah ?”. Lelaki itu menjawab : “belum”. Sufyan lantas berkata : “Aku tidak mengerti apakah dirimu itu termasuk orang yang sihat atau tidak?”.
Diriwayatkan, bahawa ada sebagian orang ahli ibadah senang bila dirinya mati berada di dekat istrinya. Hal ini untuk menunjukan bahwa dirinya telah menikah.
Sebagaimana ulama berkata : “Aku bermimpi dalam tidurku sesudah satu jum’ah dari kematian sang isteri, aku melihatnya dalam tidurku pintu-pintu langit terbuka, lalu turunlah beberapa lelaki dari langit. Mereka terus berjalan di udara, sebagai bagian yang lain. Kemudian ada salah seorang dari mereka turun kepadaku, lalu orang yang ada dibelakangnya berkata : “ini adalah orang-orang yang diburukkan”. Orang yang ketiga mengatakan demikian pula, termasuk apa yang dikatakan orang keempat : “Benar, dua termasuk orang yang diburukkan”. Sampai mereka semua lewat dihadapanku. Aku takut bertanya kepada mereka tentang orang yang diburukkan itu. Kemudian ada seorang anak lewat lantas bertanya kepadanya : “Wahai Ghulam, siapa yang dimaksud orang yang diburukkan itu ?”. Ghulam menjawab : “yang dimaksud oleh mereka tentang orang yang diburukkan itu adalah kamu”. Aku kemudian bertanya : “kenapa aku dikatakan sebagai orang yang diburukkan ?”. Ghulam menjawab : “ Kami adalah orang yang mengangkat amal kebajikanmu yang besarnya seperti amalnya orang yang jihad dijalan Allah. Sejak satu Jum’at kami diperintahkan untuk meletakkan amalmu bersama orang-orang yang ada di belakang, maka kami tidak mengerti apa yang harus kamu perbaiki”.
Sebagian Ahli ibadah berkata kepada temannya : “Nikahkanlah diriku!”, sehingga Ahli ilmi tadi mati dengan meninggalkan dua atau tiga orang isteri.
PERLU DIPERHATIKAN
Pada zaman sekarang ini, mohonlah perlindungan kepada Allah supaya dijauhkan dari godaan syaitan dan wanita. Demi Allah, tiada Tuhan selain Allah, telah datang masa sunyi dari wanita lebih-lebih pada saat menyendiri tetapi sudah ditentukan cara untuk menghindari godaan wanita. Tiada cara dan kekuatan kecuali dengan Allah.:)
Tentang kesepiannya seorang lelaki yang tidak beristeri telah dijelaskan dalam kirab Awariful Ma’arif. Imam Sahrawardi menerangkan hadits yang datang dari Abdullah bin Mas’ud ra. Ia berkata : Rasulullah pernah bersabda: “Akan datang pada manusia zaman dimana orang memiliki agama tidak boleh menyelamatkan agamanya, kecuali orang yang melarikan diri dari desa. Mulai dari satu puncak gunung ke puncak gunung yang lain, dari satu lubang sarang sampai lubang sarang yang lain, seperti garangan yang berjalan”.
Para sahabat kemudian bertanya : “ Ya Rasulullah, bilakah zaman itu terjadi?” beliau menjawab : “ Ketika tidak diperoleh nafkah kehidupan, kecuali dengan melalui kema’siatan kepada Allah. Ketika zaman itu terjadi maka banyak orang yang membujang”.
Lalu para sahabat bertanya : “Bagaimana itu boleh terjadi, ya Rasulullah, padahal engkau telah memerintahkan untuk menikah?”. Beliau menjawab : “ pada zaman itu kerusakan seorang lelaki berada dalam kekuasaan orang tuanya, jika dia sudah tidak mempunyai orang tua,maka kerusakan dirinya berada di tangan istri dan anaknya. Jika ia tidak mempunyai isteri dan anak, maka kerosakan dirinya berada ditangan kerabatnya”.
Kemudian para sahabat bertanya : “Bagaimana hal itu boleh terjadi ya Rasulullah?”. Beliau menjawab : “ sebab kedua orang tuanya, isteri dan anaknya, serta kerabatnya. Semua mencela dirinya kerana kesulitan ekonominya. Akhirnya ia dibebani oleh sesuatu yang tidak mampu untuk melaksanakannya, sehingga mereka mendorong dirinya untuk melakukan kema’siatan.
Didalam kitab yang sama ada keterangan yang bersumber dari suatu hadits : “Akan datang ada manusia suatu zaman dimana pada zaman itu kerosakan seorang lelaki disebabkan oleh isterinya, kedua orang tuanya dan anak-anaknya. Mereka semua mencela dirinya, sebab kefakirannya, lalu ia terjerumus dalam lembah hitam yang boleh menghilangkan agamanya, akhirnya dia sebagai orang yang rosak”.