Saya sudah lama tinggal Baghdad. Suatu hari ada sebuah rumah yang roboh dan perlu dibaikkan secepatnya. Saya pun menuju pergi ke suatu tempat dimana biasanya terdapat para pekerja yang menunggu pekerjaan. Saya tiba disana dan mencari cari pekerja yang rajin dan bagus. Maka saya tertarik kepada seorang anak berumur kira kira dua belas tahun. Ia kelihatan tampan namun agak kurus sedikit tubuhnya.
Sebahagian orang salih bercerita :
 Saya sudah lama tinggal Baghdad . Suatu hari ada sebuah rumah yang roboh dan perlu dibaikkan secepatnya. Saya pun menuju pergi kesuatu tempat dimana biasanya terdapat para pekerja yang menunggu 
 pekerjaan. Saya tiba disana dan mencari cari pekerja yang rajin dan 
 bagus. Maka saya tertarik kepada seorang anak berumur kira kira dua 
 belas tahun. Ia kelihatan tampan namun agak kurus sedikit tubuhnya. Bila saya megamati amatinya dan ia pun bertanya :  
 Adakah tuan memerlukan tenaga untuk bekerja ? dia bertanya kepada 
 ku. Benar, saya memerlukan tenaga untuk membantu ku. Mahukah 
 engkau bekerja dengan ku pada hari ini ? saya menjawab pertanyanya. 
 Saya bersedia untuk bekerja, tetepi dengan beberapa syarat, 
 jawabnya. Syarat apakah itu ?  
 Gaji ku dalam sehari satu dirham, dan bila datang waktu shalat, 
 izinkanlah saya shalat berjemaah. Nah itulah syaratnya ! jawab anak 
 muda itu. Itu sajakah ? Saya , itu saja, jawab nya lagi.  
 Baiklah, saya terima syarat itu, tegas ku kepadanya. Anak muda itu 
 lalu bekerja dengan memuaskan, hasilnya cukup mengembirakan. Dia 
 tidak tahu mencuri tulang, atau mengeliat dengan mencuri masa. Di 
 waktu pagi, bila saya berikannya makanan untuk sarapan, ia menolak 
 dengan alasan bahwa dia sedang berpuasa.  
 Pada shalat Zohor, saya benarkan ia pergi berjemaah, kemudian ia 
 kembali semula untuk meneruskan pekerjaannya sehingga menjelang waktu 
 Asar, maka ia pun pergi lagi untuk shalat Asar berjemaah pula, 
 kemudian ia kembali lagi dan bekerja lagi sampai menjelang waktu 
 Maghrib. Saya lihat anak muda ini bukan saja tekun dalam kerjanya, 
 namun dia tidak berhenti bekerja, melainkan sesudah masuk waktu 
 Maghrib, di mana dia akan membuka puasanya.  
 Mana orang boleh tahan seperti itu. Sudahlah terus menerus bekerja, 
 dia berpuasa pula. Saya merasa kasihan kepadanya, lalu saya 
 mendatanginya dan melarangnya bekerja, terlampau sangat. Jangan 
 bekarja terlalu banyak dan sampai Maghrib, kata ku menyuruhnya 
 berhenti bekerja. Dia tersenyum, lalu menjawab : Memang saya biasa 
 jika bekerja sampai menjelang waktu Maghrib, jawabnya bersahaja saja.  
 Bukan saya tak suka kau bekerja kuat, tapi kasihatlah sedikit pada 
 diri mu itu, saya menasihatinya. Terima kasih, tuan , jawabnya lagi. 
 Setelah selesai kerjanya dia terus mengerjakan shatlat Maghrib. 
 Kemudian saya datang kepadanya dan menyerahkan gajinya, iaitu 
 sebanyak dua dirham, meski pun janji kita dulu hanya satu dirham.  
 Menagapa dua dirham ? dia bertanya ku . Sebab engkau telah bekerja 
 sampai malam, dan perkerjaan mu cukup memuaskan dan bagus sekali, 
 saya suka , kerana itu saya bayar tambahan satu dirham lagi, kata ku 
 kepadanya. Tak boleh, kita harus menepati syarat yang telah kita 
 setujui. Saya hairan mengapa dia tidak mahu menerima upahan yang 
 lebih, kalau orang lain mesti diangapnya bodoh.Tak boleh, kau mesti 
 ambil yang lebih ini !perintah ku dengan suara yang keras sedikit. 
 Bukan saya tak mahu, tapi saya tak boleh menerimanya, kerana ini 
 adalah menyalahi syarat dan janji, jawab anak muda itu lagi. Anak 
 muda itu kemudian pergi dari situ dan meninggalkan aku. Saya sudah 
 tidak pedulikanya lagi kerana dia menolak juga tambahan yang saya 
 berikan kepadanya itu. Biarkan lah dia sudah, kata hati ku. Suka 
 dialah.  
 Bila menjelang pagi, saya lihat dia tidak datang lagi ketempat ku 
 untuk bekerja. Dimana dia anak muda itu ? mengapa dia tidak 
 datang. Barang kali dia marah, bila saya hendak memaksanya menerima 
 upah yang lebih itu ? Saya pun pergi mencari ditempat nya yang 
 semula, namun saya tidak menemukannya disitu. Saya bertanya teman 
 temannya, maka saya diberitahu bahwa anak muda itu hanya datang 
 ketempatnya pada hari Sabtu saja.  
 Ajaib ! dimana dia pergi hari hari yang lain ? Pada hari Sabtu yang 
 berikutnya, saya kembali mencarinya lagi. Memang benar, anak muda 
 itu ada ditempatnya. Saya mengajaknya untuk bekerja kembali dengan 
 syarat yang sama seperti dahulu. Dia datang dan bekerja dengan 
 sungguh sungguh dan giat, seperti sebelumnya, sekali pun ia tetap 
 dalam keadaan berpuasa.  
 Bila saya bertanya kepadanya tentang hari hari lainnya, dimana dia . 
 Dia enggan memberitahu, dan saya tidak mahu memaksanya, mana tahu dia 
 tidak suka. Pada hari sabtu ketiga, saya datang mencarinya, ditempat 
 itu, tetapi dia tidak ada ditempatnya yang biasa. Temannya 
 memberitahu bahwa ia sedang sakit di sebuah gubuk yang ditumpangkan 
 oleh orang. Saya merasa kasihan kepadanya, bila mendangar dia sedang 
 sakit. Orang dagang rupanya dia, tidak punya rumah tetap.  
 Saya pun pergi untuk menziarahinya, dan saya dapatinya sedang dia 
 telentang diatas tanah tampa tikar dan bantal. Semakin sedih hati 
 melihat keadaannya yang cukup miskin itu. Namun dia tetap begitu 
 juga, tidak terkesan oleh keadaannya yang sungguh menyayat hati 
 itu. Malah kelihatan wajahnya lebih bercahaya dari biasanya.  
Anak ku! Kata ku. Apa khabar mu ?
 Syukur Alhamdullilah, Cuma saya sakit sedikit, jawabnya. Ada sesuatu 
 yang perlu saya tolong ? saya mempelawanya untuk membantu apa pun, 
 jika dia mahu. Ya, kebetulan sekali, memang ada, jawabnya lagi. Apa 
 dia? Tanya ku ingin tahu.  
 Besok pagi waktu dhuha datang lah kemari, jika tuan dapati saya sudah 
 mati disini, tolonglah mandikan saya, bungkuslah saya dengan baju ku 
 ini, lalu shalatilah saya dan kuburkanlah saya ditempat ini, semua 
 itu hendaklah tuan mengerjakan nya sendirian saja ! Setelah itu 
 robeklah saku baju saya ini, ambil isinya lalu pergilah keistana 
 Khalifah Harun Al Rasyid, dan tunjukkan barang itu kepada beliau. 
 Itulah saja pesanan saya kepada tuan. Dan jangan lupa menyampaikan 
 salam saya kepada beliau, dan semoga Allah membalas segala kebaikkan 
 tuan.  
 Mendengar keterangan anak muda itu, saya hairan sekali. Siapa dia 
 sebenarnya kepada Khalifah Harun Al Rasyid. Apa ada kait mengaitnya 
 dia dengan khalifah itu, sehingga kematiannya mesti dilapurkan kepada 
 beliau ?  
 Siapa sebenarnya anak ini ? Tanya ku ingin keterangan . Saya hamba 
 Allah ! jawabnya.  
 Saya terus memerhatikan wajahnya dengan penuh tanda tanya. Ingat, 
 jangan lupa apa yang saya pesan tadi, tegasnya lagi. Biklah jawab ku 
 pendek.  
 Kemudian saya pun pergi dari situ meninggalkannya. Pada pagi 
 besoknya saya pergi ke gubuk itu, ternyata memang benarlah anak muda 
 itu telah mati, wajahnya semakin bercahaya dan bibirnya pula 
 tersenyum gembira. Saya pun segera memandikannya dan membungkus 
 mayatnya dengan bajunya, dimana saya terlebih dahulu merobek sakunya, 
 dan saya dapati didalamnya ada sebuah permata besar, yang tentu 
 sekali, sangat mahal harganya.  
 Sesudah itu saya menshalatinya dan menguburkannya berdekatan dengan 
 gubuk itu. Kemudian saya tafakur sebentar menggingatkan pertemuan 
 anak muda itu dengan ku, dan bagaimana jujurnya dia dalam tindak 
 tanduknya. Tentulah dia seorang wali yang besar, yang ramai orang 
 tidak tahu. Kemudian saya pun meninggalkan tempat itu kembali 
 kerumah ku.  
 Untuk beberapa hari saya memikirkan, bagaimana saya dapat sampaikan 
 barang amanat yang berharga itu kepada tuannya. Saya fakir fakir 
 caranya , sehingga saya teringat bahwa Khalifah Harun Al Rasyid kerap 
 melewati suatu tempat untuk melihat lihat sekitaran pasar. Maka saya 
 pun menungu disitu beberapa hari, sehingga pada suatu hari benarlah 
 Khalifah Harun Al Rasyid sedang melalui disitu diatas tunggannya.  
 Tuan ku !! jerit ku. Semua pengawalnya terkejut dan cuba menghadang 
 ku dari sampai kepada Khalifah Al Rasyid . Mujur Khalifah menunjuk 
 supaya saya dibenarkan datang menghampirinya.  
 Tuan ku ! Saya ada suatu amanat untuk Tuan ku, kata ku dengan penuh 
 hormat. Apa dia Tanya Khalifah. Saya pun tunjukkan kepadanya 
 permata itu. Melihat permata tersebut, dengan tidak disangka sangka 
 lagi, Khalifah Al Rasyid menjerit sekuat suara, lalu pingsan. Para 
 pengawal ribut satu dengan yang lain, bila melihat Khalifahnya 
 pingsan. Saya lalu ditangkap, untung Khalifah segera sedar, saya pun 
 dilepaskannya.  
 Saya diperitah oleh khalifah untuk mengikutnya keistana. Rupanya dia 
 tidak jadi hendak meneruskan pesiarannya. Tentulah pekara permata 
 ini sangat penting sekali kepada Kalifah itu.  
 Apabila di istana, saya ditanya oleh Khalifah : Dimana kau dapat 
 permata ini ? Tanya Khalifah. Hamba diberikan oleh seorang anak muda 
 yang pernah bekerja dengan saya, Tuan ku, jawab ku dengan penuh 
 hormat. Baiklah, dimana dia sekarang ? Tanya Khalifah lagi. Dia 
 sudah meninggal dunia? Ya, Tuan ku.  
 Innaa Lillaahi Wa Innaa Ilaihi Raji'uun, ucap Khalifah. Benar ? 
 benar , Tuan ku . Saya yang menyelenggarakan mayatnya, terang ku 
 dengan takut dan bimbang , kerana saya lihat Khalifah berubah mukanya 
 kerana sedih. Aduh ! keluh Khalifah, kemudian dia menangis. Saya 
 tunduk takut dan bimbang sekali. Apa rahsia permata ini ? Janganlah 
 kerananya saya dihukum Khalifah pula. Nampaknya dia terlalu sedih. 
 Saya berdiri disitu tegak menunggu soalan berikutnya daripada 
 Khalifah, sedang pengawal pengawalnya mengelilingi ku menjaga jangan 
 sampai saya cuba melarikan diri, agaknya.  
 Setelah Khalifah Harun Al Rasyid tenang semula, dia lalu menyatakan 
 kepada ku dengan suara yang rendah penuh sedih. Cuba kau ceritakan 
 kepada ku, bagaimana kau menemui pemilik permata in ? sambil 
 menunjukkan kepada permata yang ditangannya itu. Saya pun 
 menceritakan segala galanya tentang anak muda itu kepada Khalifah Al 
 Rasyid , dan beliau mendengarnya dengan tenang, dan kadang kadang 
 meleleh air matanya. Setelah selesai cerita ku kepada nya, saya 
 dengar katanya :  
 Berbahagilah anak ku ! Ketahuilah, wahai anak ku. Aku sungguh 
 menyesal atas apa yang berlaku keatas diri mu ! Kemudian Khalifah 
 memanggil sesaorang dari dalam istana itu. Tidak lama kemudian 
 datang seorang wanita yang agak setengah umur. Melihat saya ada 
 disitu, dia kemudian mengundurkan dirinya semula, tetapi Khalifah 
 Harun Ar Rasyid mengisyaratkan supaya dia maju dan duduk 
 disampingnya. Kemudian Khalifah menunjukkan permata itu.  
 Begitu ia melihat permata itu, wanita itu pun menjerit dan jatuh 
 pingsan. Setelahia sedar semula, ia bertanya : Wahai paduka ! 
 Bagaimana paduka dapat permata ini ? Khalifah lalu menoleh kepada 
 ku seraya berkata : Ceritakanlah apa yang kau ceritakan kepada ku 
 tadi ! saya pun memceritakan sekali lagi apa yang berlaku diantara 
 aku dengan anak muda itu, satu persatu, sehingga selesai. Sambil 
 mendengar cerita ku itu, sambil menangis wanita itu. Kemudian dia 
 lalu menjerit :  
 Oh anak ku ! Oh buah hati ku! Betapa rindu ibu kepada mu selama 
 ini. Oh alangkah bahagianya aku, jika engkau berada di samping ku. 
 Aku dapat memberi mu makanan dan minuman, dan aku dapat menjaga mu, dan merawat mu..  
Khalifah Harun Al Rasid kemudian berkata kepada ku :
 Terima kasih banyak kerana kau telah kembalikan amanat ini kepada 
 ku. Bukan itu saja, bahkan kau telah membawa berita kepada ku 
 tentang anak ku yang menghilangkan diri itu. Dia adalah anak ku 
 yang sangat ku sayangi, demikian pula ibunya. Dia selalu 
 mengunjungi para alim ulama, para guru para cerdik pandai serta para 
 salihin. Saat beta dinobatkan menjadi Khalifah, ia tidak begitu 
 suka, ia terus menjauhi ku, kemudian melarikan dirinya daripada ku.  
 Tetapi kerap pula ia datang kepada ibunya untuk memberitakan hal dan 
 keadaannya. Saya pernah memberikan permata ini kepada ibunya untuk 
 diserahkan kepadanya , supaya dijual bila bila dia memerlukan wang 
 untuk hidupnya. Tetapi rupanya dia simpan permata ini, dan kini dia 
 kembalikan kepada kami. Bagaimana cara kehidupannya kami tidak 
 tahu . Kami juga tidak tahu tempat tinggalnya, dikota, di rimba, 
 dikampung mana, hanya Tuhan saja yang mengetahui. Bertahun tahun 
 kami menunggunya kembali, tetapi hampa belaka. Kami ingin dia 
 datang menjengguk kami, walau sebentar saja, supaya kami dapat 
 melihat wajah nya, tetapi sekarang hanya beritanya saja yang sampai 
 kepada kami, dan berita itu pula berita yang menyedikkan. Rupanya 
 dia telah meninggalkan kami buat selama lama nya ! khalifah lalu 
 menangis sedih, dan saya pun turut menangis sama.  
 Tuan ku ! Anak mu itu adalah seorang wali, saya ingin menggembirakan 
 Khalifah. Ya, memang kesitulah ia menuju, jawab khalifah. Ia 
 tafakkur sebentar, kemudian bertanya :  
 Tunjukkanlah kepada beta dimana kubur anak ku itu ? Beta ingin 
 menzairahinya. Baiklah, Tuan ku. Hamba bersedia menghantarkan Tuan 
 ku ke sana , jawab ku. Pada hari yang ditetapkan, saya pun 
 menghantarkan Khalifah bersama rombongannya kekubur anak nya itu. 
 Khalifah Harun Al ARasyid berdiri diatas pusara anaknya dengan sedih 
 dan meleleh air mata. Kemudian saya pun meninggalkan mereka di situ 
 dan kembali kerumah ku. Sungguh kejadian itu meninggalkan kesan yang 
 mendalam yang susah hendak dilupakan didalam hati ku.  
Saya lalu berdoa:
 Ya Allah ! Berilah kami taufiq dan 
 hidayah serta pertolongan Mu dalam menelusuri kehidupan di alam fana 
 ini, dan rahmatilah kami semuanya, sesungguhnya Engkau Maha Mendengar Lagi Mengasihani ! Aminn !  
Pesanan :
Al Quran surah Ali Imran ayat 191 bermaksud.
 (Orang orang yang berakal iaitu) orang orang yang mengingati Allah 
 sambil berdiri dan duduk dan dalam keadaan berbaring dan mereka 
 memikirkan tentang penciptaan langit dan bumi (seraya berkata) Ya 
 Tuhan kami, tidak engkau menciptakan ini dengan sia sia, Maha Suci 
 engkau, maka peliharalah kami dari siksa neraka.  
 
